Selasa, 26 Februari 2013

TAFSIR NUN


-->
TAFSIR ALQUR’AN
SURAT AL QALAM AYAT 1
“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis,”(QS.Al Qalam : 1)

I.                   TAFSIR KLASIK
{ ن } / Nun
Para mufasir klasik menafsirkannya secara fariatif, Syaikh Jalaludin Al Makhali dalam tafsir Jalalain tidak mau memberi penafsiran dan menyerahkan maknanya kepada Allah:
{ ن } أحد حروف الهجاء الله أعلم بمراده به [1]
(   ن  ) salah satu dari huruf hijaiyah, Allah yang lebih tahu ma’nanya.
Dalam tafsir klasik lainnya ( ن  ), memiliki makna berbagai macam, yaitu:
1.      الدواة : tempat tinta
Tafsir Athobari, tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al Qurtubi memiliki kesamaan dalam memaknai ( ن  )/nun sebagai الدواة : tempat tinta,
حدثنا ابن حميد، قال: ثنا الحكم بن بشير، قال: ثنا عمرو، عن قتادة، قال: النون: الدواة.[2]
Dari Ibn Khamid, berkata: “Telah menceritakan kepada kami Al Khakim bin Basyir, berkata: “Telah menceritakan kepada kami Amir, dari Qatadah, berkata: “Nun, berarti tempat tinta”.
حدثنا عبد الأعلى، حدثنا ابن ثور، عن مَعْمَر، عن الحسن وقتادة في قوله: { ن } قالا هي الدواة.[3]
Telah menceritakan kepada kami Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Ibn Tsur, dari Ma’mar, dari Al Hasan dan Qatadah tentang firman Allah: “Nun”, mereka berdua berkata dia (nun) berarti tempat tintah”.

وروى ثابت البناني أن " ن " الدواة.[4]
Dan telah meriwayatkan Tsabit Al Banani, “sesungguhnya
“Nun” artinya tempat tintah”.

2.      لوح من نور :  (tepat) tulisan dari cahaya
Tafsir Athobari dan tafsir Ibnu Katsir memilki kesamaan dalam memaknai nun yang kedua yaitu لوح من نور : tulisan dari cahaya,

وقال آخرون:( ن ) : لوح من نور.[5]
Dan telah berkata para ulama lainnya: “Nun” artinya (tempat) tulisan dari cahaya”.

وقيل: المراد بقوله: { ن } لوح من نور[6]
Dan telah dikatakan oleh Al Murad, dengan perkataannya: “Nun” artinya (tempat) tulisan dari cahaya”.

3.      الحوت : ikan besar
Ketiga tafsir; tafsir Athobari, tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al Qurtubi memiliki kesamaan dalam memaknai ( ن  )/nun yang ketiga yaitu الحوت : ikan besar;

اختلف أهل التأويل في تأويل قوله:( ن ) فقال بعضهم: هو الحوت الذي عليه الأرَضُون[7]
Telah berbeda pendapat Ahli Ta’wil dalam (memaknai) firman Allah: “Nun”, maka berkatalah sebagian mereka: “Dia (nun) adalah ikan besar yang diatasnya (terhampar) bumi”.
وقيل: المراد بقوله: { ن } حوت عظيم على تيار الماء العظيم المحيط[8]
Dan telah dikatakan oleh Al Murad, dengan perkataannya: “Nun, adalah ikan besar diatas air samodra yang sangat besar(luas)

وعن مجاهد قال: " ن " الحوت الذي تحت الارض السابعة[9]
Dan dari Mujahid, berkata: “Nun”. Adalah ikan besar yang berada dibawah bumi yang ketujuh”


{ والقلم  وَمَا يَسْطُرُونَ }
Syaikh Jalaludin Al Makhali dalam tafsir Jalalain, memberikan penafsiran sebagai berikut:

{ والقلم } الذي كتب به الكائنات في اللوح المحفوظ { وَمَا يَسْطُرُونَ } أي الملائكة من الخير والصلاح[10]
( والقلم ) yang dengannya ditulis  segala sesuatu yang ada di laukhil makhfudh
( وَمَا يَسْطُرُون ) yakni (apa yang ditulis) malaikat (yaitu) segala kebaikan dan amal shaleh.
Selain tafsir Jalalain di atas, tafsir klasik seperti tafsir Athobari, tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al Qurtubi dalam menafsiri  والقلم  وَمَا يَسْطُرُونَ memiliki kesamaan persepsi, yaitu menceritakan Qalam (pena) sebagai ciptaan Allah yang pertama kali;
حدثنا ابن حميد، قال: ثنا جرير، عن عطاء، عن أبي الضحى مسلم بن صبيح، عن ابن عباس، قال: إن أوّل شيء خلق ربي القلم، فقال له: اكتب، فكتب ما هو كائن إلى أن تقوم الساعة، ثم خلق النون فوق الماء، ثم كبس الأرض عليه.[11]
Telah menceritakan kepada kami Ibn Khamid, berkata: telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Atho’, dari Abi Dluha Muslim bn Shobikh, dari Ibn Abbas, berkata : “Sesungguhnya sesuatu yang pertama kali diciptakan Tuhanku adalah qalam (pena), maka (Tuhanku) berfirman kepadanya (qalam): “tulislah!, maka ditulislah segala sesuatu yang ada sampai datangnya hari kiamat, kenudian diciptakan-Nya Nun diatas air, kemudian bumi (diciptakan) berhampar diatasnya.

رواه ابن عساكر عن أبي عبد الله مولى بني أمية، عن أبي صالح، عن أبي هُرَيرة: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: "إن أول شيء خلقه الله القلم، ثم خلق "النون" وهي: الدواة. ثم قال له: اكتب. قال وما أكتب؟ قال: اكتب ما يكون -أو: ما هو كائن-من عمل أو رزق أو أثر أو أجل. فكتب ذلك إلى يوم القيامة[12]
Telah meriwayatkan Ibnu ‘Akir dari Abi Abdillah budak Bani Umayah, dari Abi Shaleh, dari Abi Hurairah: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang pertama kali diciptakan Allah adalah qalam (pena), kemudian (Allah) menciptakan “Nun”, dia adalah tempat tinta. Kemudian (Allah) berfirman kepada (qalam): “ Tulislah!,” qalam menjawab: “Apa yang harus hamba tulis?” Allah berfirman: “Tulislah apa yang ada, atau segala sesuatu yang ada, yaitu amal perbuatan, rizki, akibat dari perbuatan, dan ajal. Maka ditulislah semuanya itu sampai hari kiamat.”
وروى الوليد بن مسلم قال: حدثنا مالك بن أنس عن سمي مولى أبي بكر عن أبي صالح السمان عن أبي هريرة قال: سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلم يقول: (أول ما خلق الله القلم ثم خلق النون وهي الدواة وذلك قول تعالى: " ن والقلم " ثم قال له اكتب قال: وما أكتب قال: ما كان وما هو كائن إلى يوم القيامة من عمل أو أجل أو رزق أو أثر فجرى القلم بما هو كائن إلى يوم القيامة - قال - ثم ختم فم القلم فلم ينطق ولا ينطق إلى يوم القيامة.[13]
Dan telah meriwayatkan Al Walid bin Muslim, berkata: “Telah menceritakan kepada kami Malik bin Anas, dari Sami budak Abi Bakar, dari Abi Shaleh Assaman, dari abi Hurairah berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah qalam (pena), kemudian (Allah) menciptakan “Nun”, dia adalah tempat tinta. Demikianlah firmn Allah Ta’ala “Nun, demi pena”, Kemudian (Allah) berfirman kepada (qalam): “ Tulislah!,” qalam menjawab: “Apa yang harus hamba tulis?” Allah berfirman: “Tulislah apa yang ada, dan segala sesuatu yang ada sampai hari kiamat, yaitu amal perbuatan, atau ajal, atau rizki, atau akibat dari perbuatan. Maka berlalulah qalam dalam keadaan seperti itu sampai hari kiamat. Nabi bersabda: “Kemudian dibungkamlah mulut qalam, maka dia tidak diajak bicara dan tidak berbicara sampai hari kiamat.”
Penafsiran klasik sebagaimana disampaikan di atas, lebih menanamkan pemahaman tentang keimanan kepada qadla dan qodar, yaitu mempercayai bahwa segala sesuatu; tentang amal perbuatan, akibat dari perbuatan itu sendiri, rizki, ajal, nasib dan semuanya itu telah tertulis sejak jaman azali di Laukhil Makhfudh.

II.                TAFSIR ALTERNATIF

A.    Penafsiran
úc 4 ÉOn=s)ø9$#ur $tBur tbrãäÜó¡o ÇÊÈ
“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis,”(QS.Al Qalam : 1)
{c}; ialah huruf abjad hijaiyah yang terletak pada permulaan surat Al Qalam, sebagaimana huruf hijaiyan yang ada pada  surat-surat Al Quran yang lain seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. ( ن ) / Nun termasuk salah satu dari ayat-ayat mutasyaabihaat, hanya  Allah yang Maha Mengetahui maknanya. ( ن ) /Nun seperti huruf-huruf hijaiyah di awal surat yang lain, salah satu kegunaannya adalah untuk menarik perhatian para pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad hijaiyah, kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan Hanya buatan Muhammad SAW. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.[14]

{ والقلم } ; demi pena, huruf ( و )/ wawu  yang masuk pada kalimat ( القلم ) adalah huruf qasam (sumpah), أن تُجْعَل الواو الداخلة عليها للقسم[15] (bahwa dijadikan wawu yang masuk dalam kalimat tersebut, (berfungsi) sebagai sumpah). Allah bersumpah dengan qalam, memberikan isyarat akan pentingnya ayat ini, karena bila dipahami dengan benar akan memberikan motivasi sekaligus inspirasi yang besar bagi kehidupan manusia.
 Qalam atau pena dalam hal ini tidak hanya dimaknai sebagimana tafsir klasik memaknainya, yaitu pena yang terbuat dari cahaya yang panjangnya memenuhi jarak antara langit dan bumi, [16] وهو قلم من نور طوله كما بين السماء والارض. Juga tidak dimaknai secara sempit, terbatas pena sebagai alat tulis yang biasa kita lihat, tapi harus dimaknai secara luas, yaitu semua alat atau media yang bisa digunakan untuk mengabadikan pemikiran, ide dan kreatifitas kita. Wujudnya bisa pena, pensil, mesin tik manual, komputer, hp, tablet, bahkan tatah bagi pengukir, kuas bagi pelukis, dan lain sebagainya.

{ وَمَا يَسْطُرُونَ }; mengandung arti “dan apa yang mereka ketahui”, juga “dan apa yang mereka tulis”,
Asy Syaukani dalam kitab Fatkhul Qadir, menukil dari Ibn Khamid dan teman-temannya;
وأخرج ابن حميد ، وابن جرير ، وابن المنذر ، وابن أبي حاتم عنه { وَمَا يَسْطُرُونَ } قال : وما يعلمون .[17]
Telah mengeluarkan pendapat Ibn Khamid, Ibn Jarir, Ibn Al Mundzir dan Ibn Abi Khatim dari firman Allah: وَمَا يَسْطُرُونَ, beliau berkata: “artinya, dan apa yang mereka ketahui”.
Asy Syaukani dalam kitabnya juga menukil pendapat dari Ibn Abbas;      
عن ابن عباس في قوله : { وما يسطرون } قال : وما يكتبون[18]
“Dari Ibn Abbas dalam firman Allah :  وما يسطرون, beliau berkata: “artinya, dan apa yang mereka tulis”.
 وما يسطرون “ ; (apa yang mereka ketahui / dan apa yang mereka tulis), tidak hanya dimaknai sebagaimana tafsir klasik, yaitu apa yang ditulis Malaikat (yaitu) segala kebaikan dan amal shaleh,[19] { وَمَا يَسْطُرُونَ } أي الملائكة من الخير والصلاح, dan juga tidak dimaknai  secara sempit, yaitu hanya apa yang  diketahui dan ditulis, tetapi harus dimaknai secara  luas, yaitu hasil karya yang timbul dari pemikiran, ide dan kreatifitas.
Membatasi makna pada apa yang diketahui dan apa yang ditulis, berarti membatasi subyek kreatifitas hanya pada ilmuwan dan karya ilmiahnya yang berbentuk tulisan. Dengan memberi makna lebih luas; hasil karya yang timbul dari pemikiran, ide dan kreatifitas, berarti memperluas subyek kreatifitas, disamping para ilmuan dengan buah penanya juga para ilmuan dengan karya nyatanya, termasuk juga para seniman dengan karya artistiknya, dan tehnolog dengan karya tehnologinya.

B.     Keterkaitan dengan Ayat Lain

QS. Al Qalam: 1 memiliki keterkaitan yang erat dengan QS. Al Alaq: 1 dan 2:
  
“(Allah)Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” ( QS. Al Alaq: 1-2 )
Pada QS. Al Alaq ayat 1 dan 2, qalam merupakan alat untuk belajar segala sesuatu (universal) yang belum diketahuinya. Ayat ini mengisyaratkan pentingnya belajar berbagai hal (tanpa membatasi obyek belajar), sebagai bekal hidup di kemudian hari. Sedangkan pada QS. Al Qalam: 1 merupakan tindak lanjut dari proses belajar yang kita lakukan (setelah memperoleh pengetahuan). Ada beberapa hal yang harus kita pahami dalam hal ini:
1.      Pentingnya mengembangkan ilmu pengetahuan yang kita miliki dengan belajar tanpa henti (long live education)
2.      Adanya aplikasi dari ilmu pengetahuan yang kita peroleh dengan karya nyata hingga bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain
3.      Menanamkan nilai-nilai positif dalam ilmu pengetahuan yang kita dapatkan
4.      Mentransfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang menyertainya kepada orang lain
5.      Tumbuh inofasi-inofasi baru pada tiap ilmu pengetahuan yang ada pada diri kita, hingga ilmu pengetahuan berkembang sesuai dengan perkembangan jaman



III.             PENUTUP

Adanya jarak dari periode dan situasi turunnya wahyu tidak otomatis mengurangi otoritas penafsir masa kini, sebaliknya dengan jarak ini seseorang bisa menyikapi teks secara lebih reflektif. Sehingga tumpukan karya para mufasir klasik seyogyanya tidak memenjarakan  kita, justru dituntut untuk mensintesiskan berbagai interprestasi tersebut dan bahkan melampauinya guna menawarkan terobosan baru (alternatif) dengan menyerap semangat zaman. Dinamika tafsir seharusnya tidak diukur oleh kemampuan generasi baru untuk mengawetkan tafsir lama, melainkan keberanian untuk merevisi dan melengkapinya secara kreatif.
Dalam menafsirkan QS. Al qalam: 1, penulis tidak meninggalkan sama sekali penasiran klasik, justru dengan berpijak pada penafsiran-penafsiran klasik penulis berharap bisa menyajikan penafsiran alternatif yang lebih segar.
Dengan berbagai keterbatasannya, penulis yakin penulisan ini jauh dari kesempurnaan dan bahkan masih banyak kekeliruan dan kesalahan. Atas kritik dan masukannya penulis sampaikan terima kasih... wassalam.


















DAFTAR PUSTAKA


Abu 'Abd Allah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn farh al-Anshari al-Khazraji Syamsy al-Din al-Qurtubi, Tafsir Qurtubi, (Maktabah syamilah)
Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir Addamasyiqi, Tafsirul Qur’anil ‘Adhim/Ibnu Katsir, (Maktabah syamilah, 1999)
Abu Ja’far Athobari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil qur’an/Tafsir athobari (Maktabah syamilah, 2000)
Al Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata, (CV. INSAN KAMIL)
Asy Syaukani, Fatkhul Qadir, (Maktabah Syamilah)
Ibnu Adil, Tafsir Al Lubab, (Maktabah Syamilah)
Jalaluddin Al Makhali, Jalaluddin Assuyuthi, Tafsirul Qur’anil ‘Adhim/Jalalain, (Thoha Putra, Semarang)








[1] Jalaluddin Al Makhali, Jalaluddin Assuyuthi, Tafsirul Qur’anil ‘Adhim/Jalalain, (Thoha Putra, Semarang), hlm. 468
[2] Abu Ja’far Athobari, Jami’ul Bayan fi Ta’wilil qur’an/Tafsir athobari (Maktabah syamilah, 2000, juz 23), hlm. 525
[3] Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir Addamasyiqi, Tafsirul Qur’anil ‘Adhim/Ibnu Katsir, (Maktabah syamilah, 1999, juz 8), hlm. 186
[4] Abu 'Abd Allah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn farh al-Anshari al-Khazraji Syamsy al-Din al-Qurtubi, Tafsir Qurtubi, (Maktabah syamilah, juz 23), hlm. 223
[5] Abu Ja’far Athobari ... hlm. 525
[6] Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir Addamasyiqi... hlm. 168
[7] Abu Ja’far Athobari ... hlm. 521
[8] Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir Addamasyiqi... hlm. 184
[9] Abu 'Abd Allah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn farh al-Anshari al-Khazraji Syamsy al-Din al-Qurtubi ... hlm. 223
[10] Jalaluddin Al Makhali, Jalaluddin Assuyuthi ... hlm. 468
[11] Abu Ja’far Athobari ... hlm. 524
[12] Abul Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir Addamasyiqi... hlm. 185
[13] Abu 'Abd Allah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn farh al-Anshari al-Khazraji Syamsy al-Din al-Qurtubi ... hlm. 223

[14] Al Qur’anul Karim Terjemah Tafsir Perkata, (CV. INSAN KAMIL), hlm. 564
[15] Ibnu Adil, Tafsir Al Lubab, (Maktabah Syamilah, juz 1), hlm. 44
[16] Abu 'Abd Allah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn farh al-Anshari al-Khazraji Syamsy al-Din al-Qurtubi ... hlm. 225
[17] Ibid.
[18] Asy Syaukani, Fatkhul Qadir, (Maktabah Syamilah, juz 10), hlm. 72
[19] Jalaluddin Al Makhali, Jalaluddin Assuyuthi ... hlm. 468


0 komentar:

Posting Komentar